Pengertian Geopolitik Dan Contoh
Nama : Rangga Dewa Sebayu
Universitas Gunadarma
Dosen : Ahmad Nasher, S.I.Kom, MM.
Pengertian Geopolitik
Kata geopolitik berasal dari kata “geo” yang artinya bumi,
dan “politik” berasal dari bahasa Yunani “Politeia”,
yang berarti kesatuan masyarakat yang berdiri sendiri (negara) dan “teia” yang berarti urusan. Sementara dalam
bahasa Inggris, politics adalah suatu
rangkaian asas (prinsip), keadaan, cara, dan alat yang digunakan untuk mencapai
cita-cita atau tujuan tertentu. Dalam Bahasa Indonesia, politik dalam arti politics mempunyai makna kepentingan
umum warga negara suatu bangsa. Politik merupakan suatu rangkaian asas,
prinsip, keadaan, jalan, dan alat yang digunakan untuk mencapai tujuan yang
kita kehendaki.
Secara umum geopolitik adalah cara pandang dan sikap bangsa
Indonesia mengenai diri, lingkungan, yang berwujud negara kepulauan
berlandaskan Pancasila dan UUD 1945.
Sumber : http://pendidikankewarganegaraans.blogspot.co.id/2012/12/pengertian-geopolitik-dan-wawasan.html?m=1
Geopolitik mencangkup praktik analisis, prasyarat, perkiraan,
dan pemakaian kekuatan politik terhadap suatu wilayah. Secara spesifik,
geopoliti merupakan metode analisis kebijakan luar negeri yang berupaya
memahami, menjelaskan, dan memperkirakan perilaku politik internasional dalam variabel
geografi. Variabel geografi tersebut umumnya mengarah pada : lokasi geografis
negara atau negara yang dipertanyakan, ukuran negara yang terlibat, iklim
wilayah tempat wilayah tersebut berada, topografi wilayah, demografi, sumber
daya alam, dan perkembangan teknologi. Secara tradisional, istilah ini lebih
digunakan pada dampak geografi terhadap politik, namun pemakaiannya telah
berubah dalam satu abad terakhir untuk mencakup konotasi yang lebih luas.
sumber : https://id.wikipedia.org/wiki/Geopolitik
Contoh permasalahan geopolitik di Indonesia
Perairan Ambalat
di Laut Sulawesi
Masalah antara Indonesia dan Malaysia seputar blok Ambalat
mengemuka ketika terbetik kabar bahwa pemerintah Malaysia melalui perusahaan
minyak nasionalnya, Petronas, memberikan konsesi minyak (production sharing
contract) kepada perusahaan minyak Shell, atas cadangan minyak yang terletak di
Laut Sulawesi (perairan sebelah timur Kalimantan). Pemerintah Indonesia
mengajukan protes atas hal ini karena merasa bahwa wilayah itu berada dalam
kedaulatan negara Indonesia.
Sebenarnya klaim Malaysia terhadap cadangan minyak di
wilayah itu sudah diprotes Indonesia sejak tahun 1980, menyusul diterbitkannya
peta wilayah Malaysia pada tahun 1979. Peta tersebut mengklaim wilayah di Laut
Sulawesi sebagai milik Malaysia dengan didasarkan pada kepemilikan negara itu
atas pulau Sipadan dan Ligitan. Malaysia beranggapan bahwa dengan dimasukkannya
Sipadan dan Ligitan sebagai wilayah kedaulatan Malaysia, secara otomatis
perairan di Laut Sulawesi tersebut masuk dalam garis wilayahnya. Indonesia
menolak klaim demikian dengan alasan bahwa klaim tersebut bertentangan dengan
hukum internasional.
Untuk memperjelas pokok permasalahan mengenai sengketa
wilayah ini, kutipan dari tulisan Melda Kamil Ariadno, Pengajar Hukum Laut
Fakultas Hukum UI, Ketua Lembaga Pengkajian Hukum Internasional (LPHI) FHUI,
yang dimuat di Kompas, 8 Maret 2005, dapat membantu.
Aksi dan Reaksi
Yang Ditimbulkan
Walaupun pemerintah Indonesia dan Malaysia berulang kali
menegaskan bahwa penyelesaian dengan cara kekerasan bukanlah pilihan yang mau
diambil, dan kedua pihak akan mengedepankan dialog melalui jalur-jalur
diplomasi, masalah ini berkembang menjadi perdebatan seru karena kedua pihak
sama-sama kukuh pada pendiriannya. Malaysia melalui Perdana Menteri Abdullah
Badawi dan Menlu Syeh Hamid Albar menegaskan bahwa pihaknya tidak salah dalam
melakukan uniteralisasi peta 1979, dan bahwa konsesi yang diberikan Petronas
kepada Shell di perairan Laut Sulawesi berada di wilayah teritorial Malaysia.
Sementara pemerintah Indonesia melalui pernyataan-pernyataan yang dikeluarkan
Deplu, TNI, maupun presiden Susilo Bambang Yudhoyono, menegaskan bahwa
Indonesia tidak akan melepaskan wilayah itu karena wilayah itu merupakan
kedaulatan penuh Indonesia. Tentang hal itu jurubicara TNI AL, Laksamana
Pertama Abdul Malik Yusuf mengatakan kepada Asia Times, “We will not let an
inch of our land or a drop of our ocean fall into the hands of foreigners.”
Di Indonesia masalah ini kemudian menjadi santapan media
massa dan memancing reaksi keras dari berbagai kalangan masyarakat. Sentimen
anti-Malaysia dengan slogan “Ganyang Malaysia” pun lalu berkumandang. Kedutaan
Besar dan Konsulat-konsulat Malaysia tiba-tiba disibukkan dengan aksi unjuk
rasa berbagai elemen masyarakat yang mengecam sikap Malaysia itu. Di beberapa
daerah aksi tersebut diwarnai dengan pembakaran bendera Malaysia dan
penggalangan sukarelawan “Front Ganyang Malaysia.” Pihak DPR-RI pun bersuara
keras meminta pemerintah bertindak tegas atas pelanggaran terhadap wilayah
kedaulatan RI di Laut Sulawesi. Di wilayah yang dipersengketakan pun
ketegangan-ketegangan terjadi antara tentara Malaysia dengan TNI. TNI menggelar
pasukan dan kapal-kapal perangnya di wilayah tersebut, yang dikatakan untuk
mengimbangi kapal-kapal perang Malaysia yang sudah lebih dulu ada di sana.
Bahkan di Pulau Sebatik, yang berbatasan darat dengan Malaysia, TNI dan Tentara
Diraja Malaysia saling mengarahkan moncong senjatanya, dan konon saling ejek
pun kerap terjadi. Kapal-kapal perang Malaysia diberitakan mengganggu
pembangunan mercusuar di atol Karang Unarang, bahkan sempat menangkap dan
menyiksa seorang pekerjanya. Saling intimidasi antara kapal-kapal perang
Malaysia dan kapal-kapal TNI AL terjadi tiap hari. Yang paling parah terjadi
pada tanggal 8 April 2005, ketika KRI Tedong Naga saling serempet dengan KD
Rencong di dekat Karang Unarang.
Insiden serempetan dua kapal perang itu kembali
menghangatkan suasana, padahal sebelumnya pada tanggal 22-23 Maret 2005, telah
diadakan pertemuan teknis antara perwakilan kedua negara untuk mencari solusi
yang damai. Menlu Malaysia pun telah diterima presiden, dan beberapa anggota
DPR RI pun telah menemui PM Malaysia, untuk membicarakan langkah-langkah
diplomasi. Kedua pemerintahan juga sudah sepakat melanjutkan dialog berkala
setiap dua bulan.
Komentar
Posting Komentar